Hujan di Bulan Desember

Hujan di Bulan Desember

Malam ini tempatku berpijar dikunjungi kamu. Hujan.
Aku suka bermain dengan hujan and I'm in love with that.
Tapi aku sangat tak suka bila kehujanan. Walaupun itu hanya gerimis sekali pun.

Waktu aku masih kecil, nenek selalu marah bila aku main sama hujan. Katanya, nanti sakit.
Nenek pun tak ingin aku kehujanan, sehingga ia selalu memayungiku setiap hujan datang.
Ia selalu bilang kalau hujan itu nggak baik untuk tubuh kita.
Tapi apalah arti sebuah wejangan, bila tidak didengar.
Seperti apalah arti sebuah tata tertib, bila tidak dipatuhi.
Seperti apalah arti hidup ini, bila tidak ada kamu (?)

Nenekku benar, hujan memang bikin sakit. Malam ini aku kehujanan, dan malam ini pun aku tumbang.
Aku adalah salah satu dari satu juta orang yang bila terkena hujan, antibodinya melemah.
Apa memang hanya aku saja?

Dalam dinginnya malam, didepan sebuah restoran masakan padang aku berteduh sambil berpikir.
Disatu sisi aku mencintai hujan, selalu ada perasaan senang saat hujan datang dengan harumnya yang khas.
Bahagia rasanya bisa bermain dengan hujan lagi malam ini.
Namun disatu sisi yang lain, aku bisa sakit karena kehujanan.
Tidak ada sakit yang enak, bukan?
Seperti sakit hati, misalnya.

Derai hujan membawa pikiranku ke tragedi di Juni itu, dimana aku bukan lagi satu sepatu yang kesepian, dimana telah ku temukan pasanganku yang hilang, dimana aku dan kamu telah menjadi kita.
Layaknya hujan, kau datang membawa kebahagiaan yang tiada duanya.
Namun seperti hujan, kau juga yang membuatku sakit.
Bedanya sakit karena hujan lebih baik kurasa daripada harus sakit karenamu.
Dengan mengatasnamakan cinta kau ingin bersamaku dan atas nama cinta juga kau menyakitiku.
Apakah arti cinta yang masing-masing kita pahami itu sama?
Jadi arti cinta yang manakah yang benar? Cinta menurutmu atau cinta menurutku?
Tak usahlah kita perdebatkan cinta ini. Seharusnya aku dengarkan dan pahami wejangan nenek.
Tak baik bermain dengan hujan terlalu lama.
Hujan, yang bisanya hanya membuat senang sesaat kemudian pergi entah kemana dengan meninggalkan sakit. Seperti kamu.

Sekarang sudah Desember, dan hujan datang lagi.
Seperti biasa, rasa senang ini pun muncul.
Tapi aku tidak mau sakit karenanya lagi.
Maka ku putuskan untuk menunggu hujan pergi. Lama memang.
Tapi aku harus menunggunya benar-benar pergi dari langit, baru akan ku teruskan langkahku ini.

Sedih memang rasanya tidak bisa lagi bermain dengan hujan, namun apalah artinya bermain hujan bila sekarang aku hanya satu sepatu yang sendirian?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stuck with Them

Teruntuk calon teman dunia-akherat...